Jumat, 21 Juni 2013

Jakarta: Kota yang Menyenang


Jakarta: Kota yang Menyenangk


PERTAMA kali saya berjumpa dengan Gubernur Jakarta, Joko Widodo (“Jokowi”) adalah di tahun 2009. Kala itu sedang berlangsung Festival Batik Solo dan Jokowi (yang menjabat sebagai Walikota Solo) duduk di atas kereta  bersama Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Antara Jokowi dan Mari sama-sama mengenakan busana tradisional dengan warna-warni yang mencolok, pakaian adat Jawa.

Adegan tersebut masih terngiang di ingatan saya; dan disinilah sekarang Jokowi, seorang pemimpin yang merangkul seni sebagai sesuatu yang tidak hanya bagus untuk diabadikan dalam foto, tetapi juga sebagai bagian integral sebuah identitas kota, sesuatu yang perlu ia lestarikan dan juga promosikan.

Kini pada tahun 2013, Jokowi yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Jakarta juga mendorong sisi Jakarta yang “menyenangkan”. Jumat pekan lalu, ia menjadi tamu kehormatan di konser musik Enjoy Jakarta yang digelar di Kuala Lumpur. Saya juga hadir untuk mempromosikan Jakarta (rumah kedua saya). Sungguh begitu menyenangkan dan meriah malam konser saat itu.

Acara konser yang digarap oleh seniman terkemuka Indonesia Denny Malik sungguh spektakuler – baik dari segi produksi, kostum hingga penari-penarinya.

Melihat dari segi tatanan panggung yang megah, penonton disuguhkan layar LED yang besar yang menampilkan gambar hitam putih sejarah kota Batavia, dengan diselingi tarian-tarian budaya. Sejenak saya mengambil nafas ketika kamera mengarahkan fokus pada tayangan jalanan Batavia yang dipenuhi pejalan kaki, kereta kuda dan tram, sementara para penari memutar-mutar payung seperti menjalin keterkaitan yang dalam melalui pemandangan kota yang ditampilkan.

Penonton yang hadir di sana untuk menyaksikan Rossa, salah satu diva tersohor di Indonesia. Meski semua orang tahu saya penggemar Bunga Citra Lestari (BCL) namun tidak menyurutkan sebagian kecil hati saya untuk mengagumi Rossa dan juga Agnes Monica.

Saat Rossa muncul dan menyanyi, saya terpaku di tempat saya berdiri, terutama saat ia menyanyikan lagu Ayat Ayat Cinta. Harmonisasi lagu ini tampaknya telah tertanam khusus dalam otak saya. Jangan tanya, saya adalah orang yang mudah terbuai dengan melodrama.

Setelah Rossa, band pop rock Ungu juga sukses menyulap suasana konser menjadi lebih hidup, dengan vokalisnya Pasha yang muncul di tengah-tengah panggung dipanggul oleh sederet penari. Ia mengguncang suasana konser dan mengajak penonton bergoyang. Terakhir Pasha menutup pertunjukan dengan berduet bersama Rossa.

Jokowi tersenyum sepanjang acara, ia menghabiskan kebanyakan waktu konser di luar ruangan VIP dan duduk bersama ribuan penonton yang begitu antusias.

Saya mungkin bisa saja bias, tetapi saya berpikir bahwa sisi terbaik Indonesia telah dipertontonkan pada malam itu. Ini menunjukkan bahwa kedua kota dan negara dipenuhi oleh semangat, kebersamaan, kreativitas dan kegembiraan.

Memang, sangat penting bagi warga Jakarta untuk mengetahui bahwa potensi kota mereka tidak hanya dalam sektor bisnis dan politik semata. Jakarta adalah pusat seni dan budaya dan ini adalah potensi yang membuat Jakarta terus menonjol, “Faktor X” yang akan memungkinkan Jakarta untuk bersaing secara global.

Setiap kota metropolitan memiliki hotel yang mewah serta pusat perbelanjaannya yang lengkap (selalu dipenuhi Gucci, Prada dan Armani). Namun, apa yang diinginkan oleh para wisatawan cerdas adalah keotentikan sebuah kota dan kemampuannya untuk menawarkan sesuatu yang unik dan asli dari warganya.

Tantangan berikutnya untuk warga Jakarta adalah bagaimana mewujudkan hal ini dan saling bekerja sama demi menciptakan kota yang mampu menggabungkan kreativitas musik, desain, televisi dan drama.

Ya, Jakarta memang memiliki masalahnya sendiri: tidak sedikit infrastruktur yang buruk dan tak terawat. Tetapi pada akhirnya satu-satunya yang bisa membuat Jakarta lebih baik adalah warganya sendiri. Semua bermuara pada orang yang memiliki keyakinan dan kepedulian.

Tyler Brule – editor majalah gaya hidup Monocle baru-baru ini menulis di Financial Times, tanpa bermaksud menghakimi sebuah kota, Jakarta menghantamnya dengan “...kelas baru yang berisi operator-operator cerdas....mempertemukan proyek penting dunia dengan pasar – dari koleksi pakaian buatan anak muda Bandung hingga hotel baru dan club di Bali yang dirancang oleh arsitek Brazil Marcio Kogan, dan dari konsep makanan dan minuman khas suatu daerah hingga orang-orang yang menjalankan Goods Diner.”

Saat ini pemerintahan Jokowi secara mengejutkan sedang mempersiapkan festival seperti di Rio De Janeiro yang dibesut dengan nama “Jakarnaval” di Jalan Thamrin, untuk merayakan ulang tahun Ibukota Jakarta ke 486. Kedengarannya sangat berani dan sedikit gila – tapi mengapa tidak?

Mari berharap Jokowi sukses dalam merealisasikan dan memasyarakatkan sisi “menyenangkan” dari kota Jakarta:  masa depan Indonesia tidak harus menjadi eksportir bahan baku saja. Mengapa Jakarta tidak bisa memberikan pertunjukan ala Sao Paulo dan Rio de Janeiro yang mendatangkan uang untuk rakyatnya? Pasti ada keuntungan yang akan dihasilkan dalam sebuah seni dan kota ini dalam waktu yang tepat bisa mewujudkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Para Kartini Al-Inayah Dewan Guru di Hari Kartini Ibu-ibu Guru Al-Inayah di Hari Kartini Suasana Meriah di Hari Kartini Guru Vs Murid Stay Connected di Hari Kartini

animasi